BAB
I
MENALAR
TUHAN : UNTUK APA ?
·
Manusia adalah mahluk yang bertanya. Ia
selalu bertanya. Apa pun yang berhadapan dengannya dipertanyakan. (hal. 17)
·
Manusia adalah mahluk yang tidak pernah
sampai. Tak ada pengetahuan apa pun yang bisa membuatnya tidak mau bertanya
lebih lanjut (hal.17)
·
Yang khas bagi manusia adalah bahwa ia
selalu mau tahu lebih jauh. Itu karena manusia berwawassan tak terbatas.
(hal.17)
·
Pemikiran filosofis tentang Tuhan
disebut Filsafat Ketuhanan. Begitu
juga filsafat ketuhanan merupakan sebuah ilmu. (hal.18)
·
Filsafat Ketuhanan memikirkan apa yang
berkaitan dengan “Tuhan” secara objektif dan sistematik (hal.18)
·
Filsafat Ketuhanan adalah Pemikiran objektif, sistematik, dan mendasar
tentang Tuhan (hal.19)
·
Pertanyaan tentang Tuhan tidak datang
dari udara kosong. (hal.19)
·
Manusia sudah lama menyembah Tuhan dalam
pelbagai bentuk dan filsafat di mana pun tertarik untuk memikirkan “Tuhan” itu
dari pelbagai sudut. (hal.19)
·
Di abad ke-17 dan ke-18, filsafat
menjadi kritis terhadap agama. (hal.19)
·
Filsafat dan juga pelbagai ilmuwan
bahkan menolak adanya Tuhan (hal.19)
·
Menurut Kant, Tuhan tidak menjadi objek
pengetahuan manusia, jadi nalar tidak dapat mengetahui apa pun tentangNya
(hal.19)
·
Karena itu, para filosof searah dengan
kecendrungan umum dalam masyarakat modern, berpendapat bahwa hal Tuhan adalah
urusan kepercayaan masing-masing orang (hal.20)
·
Jadi filsafat berpendapat bahwa filsafat
tidak dapat berbicara tentang Tuhan (hal.20)
·
Sikap yang menolak pemikiran rasional
tentang Tuhan disebut Fideisme
(hal.20)
·
Fundamentalisme yakin bahwa bagi orang
beriman tak mungkin ada keraguan-raguan tentang imannya, maka ia menolak
penalaran murni manusiawi tentang Tuhan (hal.20)
·
Orang
·
yang percaya kepada Tuhan merupakan
sebuah kebenaran yang menjadi dasar seluruh kehidupannya dan menyeru untuk
disampaikan juga kepada orang lain (hal 21)
·
Iman dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional dalam dua arti: secara teologis dan secara filosofis. (hal 21)
·
Jadi teologi berdasarkan wahyu agama yang
bersangkutan (hal 22)
·
Wahyu itulah sumber kebenaran (hal 22)
·
yang percaya kepada Tuhan ditantang
untuk mempertanggungjawabkan keyakinannya akan Tuhan secara Rasional. (hal 21)
·
Bagi orang Pertanggungjawaban filosofis
iman adalah berbeda. Disitu yang mau ditunjukkan rasionalitas iman itu (hal 22)
·
Filsafat ketuhanan sebagai filsafat
tidak mendasarkan diri pada ajaran atau wahyu agama tertentu, melainkan
bertanya apa yang secara nalar dapat dikatakan tentang iman itu (hal 22)
·
Filsafat ketuhanan membatasi pada
pertanyaan paling dasar: bagaiman
kepercayaan bahwa ada Tuhan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. (hal
22)
·
Kami memilih istilah “mempertanggungjawabakan” iman akan
adanya Tuhan ”secara rasional”. (hal
22)
·
Posisi lebih keras akan mencoba membuktikan bahwa Tuhan itu ada. (hal 23)
·
Arti lebih lunak adalah: kami akan
memperlihatkan bahwa percaya pada eksistensi Tuhan sangat masuk akal karena
banyak kenyataan alam luar maupun batin dapat dimengerti dengan jauh lebih mudah
apabila kita menerima adanya Tuhan. (hal 23)
·
Arti lebih Keras adalah: ada beberapa
kenyataan alam luar maupun alam batin yang sangat sulit dijelaskan kalau tidak
ada Tuhan. (hal 23)
·
Orang beriman yang ingin hidup secara
rasional dan akrab dengan budaya modernitas tidak dapat tidak harus dapat
mempertanggungjawabkan imannya (hal 24)
BAB
II
CARA-CARA
MANUSIA MENGHAYATI KETUHANAN
·
Rupa-rupanya tak ada masyarakat di dunia
yang tidak beragama. Sebagian besar bangsa-bangsa di bumi menganut salah satu
dari agama-agama “benar”. (hal 27)
·
Ketuhanan sering dihayati sebagai
kekuatan yang meresapi alam. (hal 28)
·
Yang khas bagi penghayatan ketuhanan
aseli ini adalah bahwa tidak ada perpisahan antara alam dan Yang Ilahi. (hal
28)
·
Salah satu implikasi penghayatan ini
adalah bahwa ateisme tidak mungkin dan tidak akan dimengerti (hal 29)
·
Hinduisme adalah yang pertama dari
agama-agama universal (hal 29)
·
Hinduisme sebenarnya bukan satu agama,
melainkan alam penghayatan dengan banyak agama dengan banyak sekali perbedaan,
namun dipersatukan oleh semacam kerangka dasar dan sebuah tradisi tertulis (hal
30)
·
Alam inderawi adalah penuh kekuatan gaib
yang karena itu terus-menerus dianggapi masyarakat dengan pelbagai ritus dan
cara, sesuia dengan adat masing-masing. (hal 30)
·
Karena segala-segalanya adalah emanasi
barahmana, maka akhirnya segala-galanya adalah satu, cita-cita tertinggi
filsafat segala zaman. (hal 31)
·
Penghayatan ketuhanan dalam Buddhisme
adalah menarik (hal 32)
·
Ilmu falak membantu manusia untuk
mengatur kehidupannya, lebih-lebih kehidupan politik, menurut keselarasan alam
semesta itu. (hal 34)
·
Religiositas Tionghoa adalah penghayatan
segala-segalanya dalam perspektif Yin dan Yang. (hal 35)
·
Yin
adalah prinsip keperempuanan (hal 35)
·
Yang prinsip kelaki-lakian. Yang mewujudkan sikap aktif langit,
kekuatan; Ying sikap pasif bumi,
kerelaan. (hal 35)
·
Apa yang terjadi didalam dunia ini
adalah akibat atau ungkapan konflik antara dua prinsip itu (hal 36)
·
Dualisme adalah kepercayaan yang
bersumber dalam pengalaman tentang polaritas dan konflik (hal 36)
·
Dualisme merupakan kebalikan dari
monisme (hal 37)
BAB III
MODERNITAS:
SKEPTISISME TENTANG KETUHANAN
·
Diabad pertengahan ada dua unsur yang
mencolok, yang pertama adalah pertentangan
antara kaisar dan paus (hal 46)
·
Humanisme memiliki wawasan luas dan
optimistik yang menolak segala kepicikan dan fanatisme (hal 48)
·
Renaissance bukan hanya puncak
humanisme, melainkan juga masa di mana keagamaan menemukan hakekatnya kembali.
(hal 49)
·
Tafsiran kitab suci bukan lagi hak para
pemimpin gereja, melainkan setiap orang Kristiani berhak untuk sendiri membaca,
merenungkan dan mengartikan kitab suci. (hal 51)
·
Rasionalisme adalah sikap yang mengukur
segala kepercayaan pada nalar. (hal 52)
·
Pandangan khas tentang Allah di masa
pencerahan disebut deisme (hal 53)
·
Tuhan adalah dasar segala penyebaban,
bukan salah satu unsur dalam sederetan penyebab sebuah proses (hal 54)
·
Sejak zaman pencerahan “manusia cerah”
sadar bahwa ia adalah mahluk menyejarah, dan sejarah manusia diartikan sebagai
sejarah kemajuan (hal 55)
·
Pendekatan teosentris sendiri selalu
juga antroposentris. Karena bagaimana pun juga, manusia tidak dapat melihat
dengan mata Tuhan, melainkan hanya dengan matanya sendiri. (hal 59)
·
Manusia otonom hanya bersedia menerima
apa yang diyakini sendiri, dan ia hanya menyakini apa yang bertahan berhadapan
dengan pemeriksaan nalarnya. (hal 59)
·
Tak jada itu fiksi pencerahan tentang
individu telanjang atomistik, telanjang karena satu-satunya kriteria adalah
nalar murni (hal 60)
·
Bahwa umat maju, memang tidak dapat
disangkal, tetapi kemajuan itu sulit ditentukan tolok ukurnya dan sangat ambigu
nilainya (hal 62)
·
Mitos memang harus ditinggalkan. Tetapi
agama justru memungkinkan pendekatan ilmiah karena, dengan membedakan antara
alam Tuhan dan alam dunia, agama memungkinan pendekatan duniawi. ( hal 63)
BAB IV
LIMA MODEL ATEISME
·
Roh semesta adalah pelaku sejarah yang
sebnarnya, tetapi seakan-akan dari belakang layar. (hal 65)
·
Bukan manusia itu pikiran Allah,
melainkan Allah adalah pikiran Manusia (hal 65)
·
Agama bagi feurebech mempunyai nilai
positif karena merupakan proyeksi hakekat manusia (hal 67)
·
Feubrech adalah orang pertama yang
mencoba memberikan dasar ilmiah kepada ateisme (hal 68)
·
Beragama adalah sikap manusia yang
paling tepat, paling masuk akal dan paling akan membantu manusia merealisasikan
hakekatnya (hal 70)
·
Yang khas bagi pengertian tentang Allah
adalah bahwa Allah tak hingga (hal 70)
·
Karl Marx terkenal dengan ucapannya
bahwa “agama adalah candu rakyat” (hal 72)
·
Penderitaan religius adalah ekspresi
penderitaan nyata dan sekaligus protes terhadap penderitaan nyata (hal 72)
·
Yang perlu adalah mengubah keadaan
masyarakat yang membuat manusia lari ke dalam agama. Agama adalah ilusi manusia
tentang keadaanya. (hal 73)
·
Agama menurut Nietzsche adalah sentimen
mereka yang dalam hidup nyata kalah, maka mengharapkan bahwa pernah, sesudah
hidup ini, mereka akan dimenangkan oleh kekuatan di alam baka. (hal 77)
·
Agama dan moralitas semakin hanya
berfungsi sebagai topeng untuk menyembunyikan nafsu dan kepentinga-kepentingan
yang sama sekali lain.
·
Dengan kematian Allah nihilisme akan
berkuasa, menurut Nietzsche selama 200 tahun. Tetapi nihilisme bukan kata
terakhir (hal 81)
·
Nilai-nilai vital adalah nilai-nilai
yang dimiliki manusia bersama binatang (hal 84)
·
Freud menjelaskan agama sebagai pelarian
neurotis dan infantil dari realitas (hal 85)
·
Menurut Freud, neurosis bisa terjadi
apabila orang bereaksi tidak benar atau suatu pengalaman yang amat emosional
dan memalukan. (hal 85)
·
Neurosis itu menyebabkan ia tidak bisa
mengembangkan diri secara dewasa ( hal 86)
·
Penyebab Neurosis paling penting menurut
Freud adalah kompleks oedipus (hal 87)
·
Orang beragama menjalani agamanya supaya
“selamat” tetapi tentu dengan pengadaian bahwa tidak ada Allah, sebanranya
agama sama sekali tidak menyelamatkan manusia dari pelbagai malapetaka (hal 88)
·
Ateisme adalah usaha panjang dan kejam
(hal 92)
·
Manusia bukan lain hanyalah apa yang
diciptakannya sendiri. Itulah prinsip pertama eksistensialisme (hal 93)
·
Kelihatan bahwa ateisme sarte berdasarkan
keyakinannya bahwa kalau ada Allah, manusia tidak lagi bebas dan tidak lagi
dapat bertanggugjawab atas dirinya sendiri (hal 96)
·
Pengalaman dasar manusia adalah
penderitaan. Banyak daripadanya disebabkan oleh manusia (hal 99)
·
Ateisme gagal membuktikan atau pun
memberikan pendasaran objektif dan menyakinkan bahwa Allah tidak mungkin ada.
(hal 101)
·
Ateisme gagal dalam usaha untuk
memberikan penjelasan meyakinkan tentang fenomen agama ( hal 101 )
·
Orang beriman harus memperhatikan
kemungkinan adanya Allah secara positif, sebagai sesuatu yang masuk akal. (hal
101)
BAB V
AGNOSTISISME
·
Tuhan dianggap berada diluar cakupan
filsafat. Hal adanya Tuhan dianggap tidak dapat diketahui secara filosofis
itulah anggapan yang disebut agnostisisme (hal 103)
·
Agnostisisme tidak menolak adanya Tuhan,
malah menyangkal adanya Tuhan dianggap sebagai ketinggalan Zaman. (hal 103)
·
Tuhan menurut kant bukan objek
pengetahuan Manusia (hal 106)
·
Tempat dimana filsafat bisa, dan bahkan
harus, bicara tentang Tuhan adalah filsafat Moral ( hal 106)
·
Orang bersikap moral demi hukum moral
itu sendiri. Tetapi ketaatan itu hanya masuk akal apabila bersikap moral dapat
diharapkan akan membahagiakan. (hal 107)
·
Yang disangkal kant adalah pengertian
objektif tentang Tuhan dalam arti bahwa Tuhan adalah salah satu objek di antara
objek-objek pengertian kita. (hal 109)
·
Tuhan memang mungkin tidak didasari
sebagai salah satu objek pengetahuan, tetapi Tuhan disadari sebagai
terimplikasi dalam kesadaran moral. (hal 111)
·
Positivisme logis adalah nama aliran
filsafat tahun 20-an dan 30-an abad ke-20 yang dengan paling radikal menolak
kemungkinan metafisika dan etika. (hal 111)
·
Akibat anggapan ini adalah bahwa semua
pernyataan etika dan metafisika menurut mereka tidak mempunyai arti (hal 112)
·
Sekarang Positivisme Logis umumnya
ditinggalkan karena dianggap tidak dapat dipertahankan. (halb 113)
·
Rasionalitas sebuah hipotesa tidak bisa
diverifikasi dengan pengamatan. Tetapi yang mungkin adalah falsifikasi. (hal
114)
·
Rasionalisme kritis adalah nama untuk
cara berpikir yang mengikuti Karl Popper, yang salah satu tokoh utamanya di
Jerman adalah Hans Albert. (hal 117)
·
Rasionalisme Kritis menekankan
fallibilitas nalar manusia, artinya, bahwa manusia tak pernah akan dapat
mencapai kebenaran definitif (hal 117)
·
Tetapi kalau orang beriman menyatakan
bahwa “Tuhan itu nyata-nyata ada!” itu sebuah sharing pengahayatan (hal 120)
·
Dengan lain kata, orang yang percaya
pada Tuhan harus secara positif memperlihatkan bahwa kepercayaannya masuk akal.
Itulah tugas filsafat Ketuhanan ini. (hal 123)
BAB VI
JALAN-JALAN KE TUHAN
·
“Pembuktian ontologis” eksistensi Allah
adalah salah satu usaha untuk membuktikan eksistensi Tuhan yang paling
termasyhur dan kontrovers (hal 126)
·
Argumentasi Anselmus berjalan seperti
berikut: Allah adalah “pengada yang tidak dapat dipikirkan sesuatu yang lebih
besar daripadanya (hal 126)
·
Ditegaskan bahwa kalau ada sesuatu, maka
harus ada “yang mutlak” (hal 131)
·
Diperlihatkan bahwa segenap realitas yang
beruba-ubah tidak mungkin mutlak (hal 131)
·
Ditarik kesimpulan bahwa selain realitas
yang berubah-ubah mesti ada yang lain lagi, “yang mutlak”, yang tidak sama
dengan realitas yang berubah-ubah itu (hal 131)
·
Realitas yang beruba-ubah tidak mungkin
mutlak (hal 133)
·
Sesuatu
yang pernah tidak ada, tetapi sekarang ada, dia tidak ada, melainkan karena
sesuatu diluarnya, yang sudah ada sebelumnya. (hal 133)
·
Dalam alam terdapat proses-proses yang
terarah kesuatu tujuan (hal 136)
·
Ketearahan itu tidak dapat dijelaskan
sebagai kejadian kebetulan (hal 136)
·
Apabila proses-proses itu bukan
kebetulan, proses-proses itu hasil pengarahan (hal 136)
·
Maka proses-proses terarah dalam alam
semesta menunjuk pada realitas yang mengarahkan (hal 136)
·
Realitas adalah apa yang kita sebut
Tuhan (hal 136)
·
Dasar seluruh argumentasi ini adalah
kenyataan bahwa di alam semesta terdapat banyak proses yang terarah (hal 136)
·
Menurut para ahli alam raya adalah fine
tuned untuk menghasilkan kehidupan (hal 137)
·
Semua proses yang kelihatan terarah pada
suatu tujuan merupakan kejadian semata-mata kebetulan (hal 140)
·
Sebuah proses disebut kebtulan, apabila
tidak direncanakan, melainkan semata-mata terjadi atas dasar faktor-faktor
internal tak sadar sistem yang berproses itu sendiri (hal 141)
·
Karena itu, proses-proses alami adalah
terarah dari dalam, bukan dari luar (hal 149)
BAB VII
JALAN-JALAN KE
TUHAN II
·
Tuhan itu muncul sebagai syarat
kemungkinan bahwa kita dapat mengetahui, menghendaki, menghayati makna dan
menyadari hati nurani (hal 151)
·
Manusia mampu menyatakan sesuatu dengan
mutlak (hal 154)
·
Kemampuan ini menunjukkan bahwa manusia
selalu sudah bergerak dalam suatu cakrawala kemutlakan (hal 154)
·
Cakrawala kemutlakan itu bukan suatu
keterbukaan kosong, melainkan realitas transenden nyata. (hal 154)
·
Fakta bahwa manusia dapat membuat
pernyataan dengan klaim yang mutlak memperlihatkan bahwa manusia mempunyai
suatu pengalaman atau kesadaran tentang yang mutlak. (hal 157)
·
Kemutlakan itu sbeuah dimensi yang
terdapat didalam semua pernyataan yang mengungkapkan pengetahuan kita. (halb
158)
·
Bahwa yang mutlak itu hanya mungkin satu
adalah jelas. (hal 159)
·
Setiap pilihan tindakan menunjukkan
kebebasan manusia (hal 161)
·
Realitas transenden nyata itu bukan
objek pengetahuan manusia, melainkan syarat kemungkinannya, jadi disadari
secara transendental dalam segala kesibukan rohani (hal 161)
·
Titik tolak jalan ke Tuhan ini adalah
kenyataan bahwa manusia tidak dapat melakukan sesuatu apa pun kalau tidak
bermakna baginya (hal 167)
·
Dalam
pengalaman makna eksistensinya manusia bersentuhan dengan kenyataan Mutlak
personal, dasar eksistensinya, yang mengiyakannya; dan itulah yang disebut
Allah (hal 168)
·
Jadi mengalami diri bermakna tak lain
adalah pengetahuan di lubuk hati bahwa eksistensi kita didasari dan diiyakan
oleh realitas Mutlak yang mendasari segala apa yang ada (hal 173)
·
Realitas itu bersifat mutlak, personal
dan suci dan itulah yang kita sebut Allah (hal 176)
·
Suara hati adalah kesadaran moral dalam
situasi konkret, artinya kesadaran bahwa dalam situasi itu kita bisa memilih
antara melakukan yang benar dan melakukan yang tidak benar dan bahwa kita tidak
boleh melakukan yang tidak benar. (hal 177)
·
Ciri khas suara hati adalah kenyataan
bahwa ia tidak dapat ditawar-tawar. Suatu keputusan yang bukan moral tidak
pernah mutlak (hal 177)
·
Hati nurani adalah kesadaran mendasar
yang menjadi latar belakang segenap sikap yang kita ambi, bahwa kapan pun,
bagaimana pun; dalam situasi apa pun kita harus memilih yang baik dan bukan
yang jahat, yang jujur dan bukan yang tak jujur, yang adil dan bukan yang tidak
adil, kita harus bersikap setia dan bukan tak setia dan seterusnya. (hal 180)
BAB 8
TUHAN DAN DUNIA
·
Filsafat selalu berusaha untuk
mengungkapkan apa yang tidak dapat diperkatakan (hal 185)
·
Tidak ada pengalaman tentang Tuhan yang
berdasarkan sebuah pengamatan (hal 187)
·
Tidak diklaim bahwa Tuhan dibuktikan.
Yang diklaim adalah bahwa siapa yang mau ikut di jalan, dapat melihat titik
persentuhan pengalaman dengan Tuhan. (hal 189)
·
Simbol adalah tanda yang mengungkapkan
sesuatu yang tidak terungkap langsung, yang tidak langsung tertangkap secara
inderawi (hal 191)
·
Monisme adalah keyakinan, bukan hanya
bahwa segala yang ada merupakan suatu kesatuan, melainkan pada akhirnya
segala-galanya adalah satu dan segenap kemajemukan atau berupa khayalan kosong
atau perkembangan atau emanasi dari zat yang satu itu. (hal 194)
·
Bentuk religius monisme adalah panteisme
(hal 195)
·
Menurut panteisme dunia tidak dapat
dipikirkan tanpa yang ilahi, namun yang ilahi pun tidak dapat dipikirkan tanpa dunia.
(hal 195)
·
Makin tinggi derajat suatu mahluk, makin
unik dan tak tergantikan identitasnya, jadi makin tinggi kesatuannya, maka
makin jelas juga perbedaannya dari segenap mahluk lain. (hal 200)
·
Filsafat Yunani berpendapat bahwa Tuhan
membentuk alam raya, biasanya tidak langsung, melainkan melalui seorang
demiourgos, mahluk tertinggi di bawah Tuhan yang diserahi mewujudkan dunia.
(hal 202)
·
Alam raya adalah suatu keseluruhan yang
terdiri atas proses hampir tak terhingga banyaknya yang terus-menerus terjadi
dan berubah. (hal 205)
·
Allah memberikan kepada mahluk
perbuatannya sendiri sehingga perbuatannya memang perbuatan mahluk itu, tetapi
seluruhnya sebagai pemberian Allah. (hal 207)
·
Sejarah adalah lingkaran di mana segala
apa akan terulang kembali, bahwa sejarah adalah kembalinya segala-segala secara
kekal. (hal 210)
·
Orang terikat cinta yang benar adalah
paling mampu untuk mengembangkan diri, untuk menyumbangkan sesuatu bagi orang
lain, dan dalam itu ia tetap bahagia. (hal 211)
·
Kejahatan terletak dalam kehendak
seseorang yang tidak mau bersikap baik. Kejahatan ini selalu jahat dan yang
jahat mutlak tidak boleh ada. (hal 218)
·
Penderitaan adalah Hukuman Allah atas
dosa-dosa orang yang bersangkutan (hal 223)
·
Keburukan adalah kebaikan yang tidak
tercapai, padahal seharusnya tercapai (hal 226)
·
Allah terlalu tinggi tetapi bukan hanya
bagi nalar manusia, melainkan terhadap segenap wicara tentang Allah (hal 234)
·
Agama ternyata tidak perlu memusuhi
nalar. Hanya kalau Allah menjadi pertanyaan, Allah juga dapat menjadi jawaban.
(hal 235)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar