Kamis, 03 Desember 2015

Pengantar Filsafat (Menalar Tuhan)

BAB I
MENALAR TUHAN : UNTUK APA ?

·         Manusia adalah mahluk yang bertanya. Ia selalu bertanya. Apa pun yang berhadapan dengannya dipertanyakan. (hal. 17)
·         Manusia adalah mahluk yang tidak pernah sampai. Tak ada pengetahuan apa pun yang bisa membuatnya tidak mau bertanya lebih lanjut (hal.17)
·         Yang khas bagi manusia adalah bahwa ia selalu mau tahu lebih jauh. Itu karena manusia berwawassan tak terbatas. (hal.17)
·         Pemikiran filosofis tentang Tuhan disebut Filsafat Ketuhanan. Begitu juga filsafat ketuhanan merupakan sebuah ilmu. (hal.18)
·         Filsafat Ketuhanan memikirkan apa yang berkaitan dengan “Tuhan” secara objektif dan sistematik (hal.18)
·         Filsafat Ketuhanan adalah Pemikiran objektif, sistematik, dan mendasar tentang Tuhan (hal.19)
·         Pertanyaan tentang Tuhan tidak datang dari udara kosong. (hal.19)
·         Manusia sudah lama menyembah Tuhan dalam pelbagai bentuk dan filsafat di mana pun tertarik untuk memikirkan “Tuhan” itu dari pelbagai sudut. (hal.19)
·         Di abad ke-17 dan ke-18, filsafat menjadi kritis terhadap agama. (hal.19)
·         Filsafat dan juga pelbagai ilmuwan bahkan menolak adanya Tuhan (hal.19)
·         Menurut Kant, Tuhan tidak menjadi objek pengetahuan manusia, jadi nalar tidak dapat mengetahui apa pun tentangNya (hal.19)
·         Karena itu, para filosof searah dengan kecendrungan umum dalam masyarakat modern, berpendapat bahwa hal Tuhan adalah urusan kepercayaan masing-masing orang (hal.20)
·         Jadi filsafat berpendapat bahwa filsafat tidak dapat berbicara tentang Tuhan (hal.20)
·         Sikap yang menolak pemikiran rasional tentang Tuhan disebut Fideisme (hal.20)
·         Fundamentalisme yakin bahwa bagi orang beriman tak mungkin ada keraguan-raguan tentang imannya, maka ia menolak penalaran murni manusiawi tentang Tuhan (hal.20)
·         Orang
·         yang percaya kepada Tuhan merupakan sebuah kebenaran yang menjadi dasar seluruh kehidupannya dan menyeru untuk disampaikan juga kepada orang lain (hal 21)
·         Iman dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dalam dua arti: secara teologis dan secara filosofis. (hal 21)
·         Jadi teologi berdasarkan wahyu agama yang bersangkutan (hal 22)
·         Wahyu itulah sumber kebenaran (hal 22)
·         yang percaya kepada Tuhan ditantang untuk mempertanggungjawabkan keyakinannya akan Tuhan secara Rasional. (hal 21)
·         Bagi orang Pertanggungjawaban filosofis iman adalah berbeda. Disitu yang mau ditunjukkan rasionalitas iman itu (hal 22)
·         Filsafat ketuhanan sebagai filsafat tidak mendasarkan diri pada ajaran atau wahyu agama tertentu, melainkan bertanya apa yang secara nalar dapat dikatakan tentang iman itu (hal 22)
·         Filsafat ketuhanan membatasi pada pertanyaan paling dasar: bagaiman kepercayaan bahwa ada Tuhan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. (hal 22)
·         Kami memilih istilah “mempertanggungjawabakan” iman akan adanya Tuhan ”secara rasional”. (hal 22)
·         Posisi lebih keras akan mencoba membuktikan  bahwa Tuhan itu ada. (hal 23)
·         Arti lebih lunak adalah: kami akan memperlihatkan bahwa percaya pada eksistensi Tuhan sangat masuk akal karena banyak kenyataan alam luar maupun batin dapat dimengerti dengan jauh lebih mudah apabila kita menerima adanya Tuhan. (hal 23)
·         Arti lebih Keras adalah: ada beberapa kenyataan alam luar maupun alam batin yang sangat sulit dijelaskan kalau tidak ada Tuhan. (hal 23)
·         Orang beriman yang ingin hidup secara rasional dan akrab dengan budaya modernitas tidak dapat tidak harus dapat mempertanggungjawabkan imannya (hal 24)




BAB II
CARA-CARA MANUSIA MENGHAYATI KETUHANAN

·         Rupa-rupanya tak ada masyarakat di dunia yang tidak beragama. Sebagian besar bangsa-bangsa di bumi menganut salah satu dari agama-agama “benar”. (hal 27)
·         Ketuhanan sering dihayati sebagai kekuatan yang meresapi alam. (hal 28)
·         Yang khas bagi penghayatan ketuhanan aseli ini adalah bahwa tidak ada perpisahan antara alam dan Yang Ilahi. (hal 28)
·         Salah satu implikasi penghayatan ini adalah bahwa ateisme tidak mungkin dan tidak akan dimengerti (hal 29)
·         Hinduisme adalah yang pertama dari agama-agama universal (hal 29)
·         Hinduisme sebenarnya bukan satu agama, melainkan alam penghayatan dengan banyak agama dengan banyak sekali perbedaan, namun dipersatukan oleh semacam kerangka dasar dan sebuah tradisi tertulis (hal 30)
·         Alam inderawi adalah penuh kekuatan gaib yang karena itu terus-menerus dianggapi masyarakat dengan pelbagai ritus dan cara, sesuia dengan adat masing-masing. (hal 30)
·         Karena segala-segalanya adalah emanasi barahmana, maka akhirnya segala-galanya adalah satu, cita-cita tertinggi filsafat segala zaman. (hal 31)
·         Penghayatan ketuhanan dalam Buddhisme adalah menarik (hal 32)
·         Ilmu falak membantu manusia untuk mengatur kehidupannya, lebih-lebih kehidupan politik, menurut keselarasan alam semesta itu. (hal 34)
·         Religiositas Tionghoa adalah penghayatan segala-segalanya dalam perspektif Yin dan Yang. (hal 35)
·          Yin adalah prinsip keperempuanan (hal 35)
·         Yang prinsip kelaki-lakian. Yang mewujudkan sikap aktif langit, kekuatan; Ying sikap pasif bumi, kerelaan. (hal 35)
·         Apa yang terjadi didalam dunia ini adalah akibat atau ungkapan konflik antara dua prinsip itu (hal 36)
·         Dualisme adalah kepercayaan yang bersumber dalam pengalaman tentang polaritas dan konflik (hal 36)
·         Dualisme merupakan kebalikan dari monisme (hal 37)

BAB III
MODERNITAS: SKEPTISISME TENTANG KETUHANAN

·         Diabad pertengahan ada dua unsur yang mencolok, yang pertama adalah pertentangan antara kaisar dan paus (hal 46)
·         Humanisme memiliki wawasan luas dan optimistik yang menolak segala kepicikan dan fanatisme (hal 48)
·         Renaissance bukan hanya puncak humanisme, melainkan juga masa di mana keagamaan menemukan hakekatnya kembali. (hal 49)
·         Tafsiran kitab suci bukan lagi hak para pemimpin gereja, melainkan setiap orang Kristiani berhak untuk sendiri membaca, merenungkan dan mengartikan kitab suci. (hal 51)
·         Rasionalisme adalah sikap yang mengukur segala kepercayaan pada nalar. (hal 52)
·         Pandangan khas tentang Allah di masa pencerahan disebut deisme (hal 53)
·         Tuhan adalah dasar segala penyebaban, bukan salah satu unsur dalam sederetan penyebab sebuah proses (hal 54)
·         Sejak zaman pencerahan “manusia cerah” sadar bahwa ia adalah mahluk menyejarah, dan sejarah manusia diartikan sebagai sejarah kemajuan (hal 55)
·         Pendekatan teosentris sendiri selalu juga antroposentris. Karena bagaimana pun juga, manusia tidak dapat melihat dengan mata Tuhan, melainkan hanya dengan matanya sendiri. (hal 59)
·         Manusia otonom hanya bersedia menerima apa yang diyakini sendiri, dan ia hanya menyakini apa yang bertahan berhadapan dengan pemeriksaan nalarnya. (hal 59)
·         Tak jada itu fiksi pencerahan tentang individu telanjang atomistik, telanjang karena satu-satunya kriteria adalah nalar murni (hal 60)
·         Bahwa umat maju, memang tidak dapat disangkal, tetapi kemajuan itu sulit ditentukan tolok ukurnya dan sangat ambigu nilainya (hal 62)
·         Mitos memang harus ditinggalkan. Tetapi agama justru memungkinkan pendekatan ilmiah karena, dengan membedakan antara alam Tuhan dan alam dunia, agama memungkinan pendekatan duniawi. ( hal 63)




BAB IV
LIMA MODEL ATEISME

·         Roh semesta adalah pelaku sejarah yang sebnarnya, tetapi seakan-akan dari belakang layar. (hal 65)
·         Bukan manusia itu pikiran Allah, melainkan Allah adalah pikiran Manusia (hal 65)
·         Agama bagi feurebech mempunyai nilai positif karena merupakan proyeksi hakekat manusia (hal 67)
·         Feubrech adalah orang pertama yang mencoba memberikan dasar ilmiah kepada ateisme (hal 68)
·         Beragama adalah sikap manusia yang paling tepat, paling masuk akal dan paling akan membantu manusia merealisasikan hakekatnya (hal 70)
·         Yang khas bagi pengertian tentang Allah adalah bahwa Allah tak hingga (hal 70)
·         Karl Marx terkenal dengan ucapannya bahwa “agama adalah candu rakyat” (hal 72)
·         Penderitaan religius adalah ekspresi penderitaan nyata dan sekaligus protes terhadap penderitaan nyata (hal 72)
·         Yang perlu adalah mengubah keadaan masyarakat yang membuat manusia lari ke dalam agama. Agama adalah ilusi manusia tentang keadaanya. (hal 73)
·         Agama menurut Nietzsche adalah sentimen mereka yang dalam hidup nyata kalah, maka mengharapkan bahwa pernah, sesudah hidup ini, mereka akan dimenangkan oleh kekuatan di alam baka. (hal 77)
·         Agama dan moralitas semakin hanya berfungsi sebagai topeng untuk menyembunyikan nafsu dan kepentinga-kepentingan yang sama sekali lain.
·         Dengan kematian Allah nihilisme akan berkuasa, menurut Nietzsche selama 200 tahun. Tetapi nihilisme bukan kata terakhir (hal 81)
·         Nilai-nilai vital adalah nilai-nilai yang dimiliki manusia bersama binatang (hal 84)
·         Freud menjelaskan agama sebagai pelarian neurotis dan infantil dari realitas (hal 85)
·         Menurut Freud, neurosis bisa terjadi apabila orang bereaksi tidak benar atau suatu pengalaman yang amat emosional dan memalukan. (hal 85)
·         Neurosis itu menyebabkan ia tidak bisa mengembangkan diri secara dewasa ( hal 86)
·         Penyebab Neurosis paling penting menurut Freud adalah kompleks oedipus (hal 87)
·         Orang beragama menjalani agamanya supaya “selamat” tetapi tentu dengan pengadaian bahwa tidak ada Allah, sebanranya agama sama sekali tidak menyelamatkan manusia dari pelbagai malapetaka (hal 88)
·         Ateisme adalah usaha panjang dan kejam (hal 92)
·         Manusia bukan lain hanyalah apa yang diciptakannya sendiri. Itulah prinsip pertama eksistensialisme (hal 93)
·         Kelihatan bahwa ateisme sarte berdasarkan keyakinannya bahwa kalau ada Allah, manusia tidak lagi bebas dan tidak lagi dapat bertanggugjawab atas dirinya sendiri (hal 96)
·         Pengalaman dasar manusia adalah penderitaan. Banyak daripadanya disebabkan oleh manusia (hal 99)
·         Ateisme gagal membuktikan atau pun memberikan pendasaran objektif dan menyakinkan bahwa Allah tidak mungkin ada. (hal 101)
·         Ateisme gagal dalam usaha untuk memberikan penjelasan meyakinkan tentang fenomen agama ( hal 101 )
·         Orang beriman harus memperhatikan kemungkinan adanya Allah secara positif, sebagai sesuatu yang masuk akal. (hal 101)
BAB V
AGNOSTISISME

·         Tuhan dianggap berada diluar cakupan filsafat. Hal adanya Tuhan dianggap tidak dapat diketahui secara filosofis itulah anggapan yang disebut agnostisisme (hal 103)
·         Agnostisisme tidak menolak adanya Tuhan, malah menyangkal adanya Tuhan dianggap sebagai ketinggalan Zaman. (hal 103)
·         Tuhan menurut kant bukan objek pengetahuan Manusia (hal 106)
·         Tempat dimana filsafat bisa, dan bahkan harus, bicara tentang Tuhan adalah filsafat Moral ( hal 106)
·         Orang bersikap moral demi hukum moral itu sendiri. Tetapi ketaatan itu hanya masuk akal apabila bersikap moral dapat diharapkan akan membahagiakan. (hal 107)
·         Yang disangkal kant adalah pengertian objektif tentang Tuhan dalam arti bahwa Tuhan adalah salah satu objek di antara objek-objek pengertian kita. (hal 109)
·         Tuhan memang mungkin tidak didasari sebagai salah satu objek pengetahuan, tetapi Tuhan disadari sebagai terimplikasi dalam kesadaran moral. (hal 111)
·         Positivisme logis adalah nama aliran filsafat tahun 20-an dan 30-an abad ke-20 yang dengan paling radikal menolak kemungkinan metafisika dan etika. (hal 111)
·         Akibat anggapan ini adalah bahwa semua pernyataan etika dan metafisika menurut mereka tidak mempunyai arti (hal 112)
·         Sekarang Positivisme Logis umumnya ditinggalkan karena dianggap tidak dapat dipertahankan. (halb 113)
·         Rasionalitas sebuah hipotesa tidak bisa diverifikasi dengan pengamatan. Tetapi yang mungkin adalah falsifikasi. (hal 114)
·         Rasionalisme kritis adalah nama untuk cara berpikir yang mengikuti Karl Popper, yang salah satu tokoh utamanya di Jerman adalah Hans Albert. (hal 117)
·         Rasionalisme Kritis menekankan fallibilitas nalar manusia, artinya, bahwa manusia tak pernah akan dapat mencapai kebenaran definitif (hal 117)
·         Tetapi kalau orang beriman menyatakan bahwa “Tuhan itu nyata-nyata ada!” itu sebuah sharing pengahayatan (hal 120)
·         Dengan lain kata, orang yang percaya pada Tuhan harus secara positif memperlihatkan bahwa kepercayaannya masuk akal. Itulah tugas filsafat Ketuhanan ini. (hal 123)

BAB VI
JALAN-JALAN KE TUHAN

·         “Pembuktian ontologis” eksistensi Allah adalah salah satu usaha untuk membuktikan eksistensi Tuhan yang paling termasyhur dan kontrovers (hal 126)
·         Argumentasi Anselmus berjalan seperti berikut: Allah adalah “pengada yang tidak dapat dipikirkan sesuatu yang lebih besar daripadanya (hal 126)
·         Ditegaskan bahwa kalau ada sesuatu, maka harus ada “yang mutlak” (hal 131)
·         Diperlihatkan bahwa segenap realitas yang beruba-ubah tidak mungkin mutlak (hal 131)
·         Ditarik kesimpulan bahwa selain realitas yang berubah-ubah mesti ada yang lain lagi, “yang mutlak”, yang tidak sama dengan realitas yang berubah-ubah itu (hal 131)
·         Realitas yang beruba-ubah tidak mungkin mutlak (hal 133)
·          Sesuatu yang pernah tidak ada, tetapi sekarang ada, dia tidak ada, melainkan karena sesuatu diluarnya, yang sudah ada sebelumnya. (hal 133)
·         Dalam alam terdapat proses-proses yang terarah kesuatu tujuan (hal 136)
·         Ketearahan itu tidak dapat dijelaskan sebagai kejadian kebetulan (hal 136)
·         Apabila proses-proses itu bukan kebetulan, proses-proses itu hasil pengarahan (hal 136)
·         Maka proses-proses terarah dalam alam semesta menunjuk pada realitas yang mengarahkan (hal 136)
·         Realitas adalah apa yang kita sebut Tuhan (hal 136)
·         Dasar seluruh argumentasi ini adalah kenyataan bahwa di alam semesta terdapat banyak proses yang terarah (hal 136)
·         Menurut para ahli alam raya adalah fine tuned untuk menghasilkan kehidupan (hal 137)
·         Semua proses yang kelihatan terarah pada suatu tujuan merupakan kejadian semata-mata kebetulan (hal 140)
·         Sebuah proses disebut kebtulan, apabila tidak direncanakan, melainkan semata-mata terjadi atas dasar faktor-faktor internal tak sadar sistem yang berproses itu sendiri (hal 141)
·         Karena itu, proses-proses alami adalah terarah dari dalam, bukan dari luar (hal 149)

BAB VII
JALAN-JALAN KE TUHAN II

·         Tuhan itu muncul sebagai syarat kemungkinan bahwa kita dapat mengetahui, menghendaki, menghayati makna dan menyadari hati nurani (hal 151)
·         Manusia mampu menyatakan sesuatu dengan mutlak (hal 154)
·         Kemampuan ini menunjukkan bahwa manusia selalu sudah bergerak dalam suatu cakrawala kemutlakan (hal 154)
·         Cakrawala kemutlakan itu bukan suatu keterbukaan kosong, melainkan realitas transenden nyata. (hal 154)
·         Fakta bahwa manusia dapat membuat pernyataan dengan klaim yang mutlak memperlihatkan bahwa manusia mempunyai suatu pengalaman atau kesadaran tentang yang mutlak. (hal 157)
·         Kemutlakan itu sbeuah dimensi yang terdapat didalam semua pernyataan yang mengungkapkan pengetahuan kita. (halb 158)
·         Bahwa yang mutlak itu hanya mungkin satu adalah jelas. (hal 159)
·         Setiap pilihan tindakan menunjukkan kebebasan manusia (hal 161)
·         Realitas transenden nyata itu bukan objek pengetahuan manusia, melainkan syarat kemungkinannya, jadi disadari secara transendental dalam segala kesibukan rohani (hal 161)
·         Titik tolak jalan ke Tuhan ini adalah kenyataan bahwa manusia tidak dapat melakukan sesuatu apa pun kalau tidak bermakna baginya (hal 167)
·          Dalam pengalaman makna eksistensinya manusia bersentuhan dengan kenyataan Mutlak personal, dasar eksistensinya, yang mengiyakannya; dan itulah yang disebut Allah (hal 168)
·         Jadi mengalami diri bermakna tak lain adalah pengetahuan di lubuk hati bahwa eksistensi kita didasari dan diiyakan oleh realitas Mutlak yang mendasari segala apa yang ada (hal 173)
·         Realitas itu bersifat mutlak, personal dan suci dan itulah yang kita sebut Allah (hal 176)
·         Suara hati adalah kesadaran moral dalam situasi konkret, artinya kesadaran bahwa dalam situasi itu kita bisa memilih antara melakukan yang benar dan melakukan yang tidak benar dan bahwa kita tidak boleh melakukan yang tidak benar. (hal 177)
·         Ciri khas suara hati adalah kenyataan bahwa ia tidak dapat ditawar-tawar. Suatu keputusan yang bukan moral tidak pernah mutlak (hal 177)
·         Hati nurani adalah kesadaran mendasar yang menjadi latar belakang segenap sikap yang kita ambi, bahwa kapan pun, bagaimana pun; dalam situasi apa pun kita harus memilih yang baik dan bukan yang jahat, yang jujur dan bukan yang tak jujur, yang adil dan bukan yang tidak adil, kita harus bersikap setia dan bukan tak setia dan seterusnya. (hal 180)

BAB 8
TUHAN DAN DUNIA
·         Filsafat selalu berusaha untuk mengungkapkan apa yang tidak dapat diperkatakan (hal 185)
·         Tidak ada pengalaman tentang Tuhan yang berdasarkan sebuah pengamatan (hal 187)
·         Tidak diklaim bahwa Tuhan dibuktikan. Yang diklaim adalah bahwa siapa yang mau ikut di jalan, dapat melihat titik persentuhan pengalaman dengan Tuhan. (hal 189)
·         Simbol adalah tanda yang mengungkapkan sesuatu yang tidak terungkap langsung, yang tidak langsung tertangkap secara inderawi (hal 191)
·         Monisme adalah keyakinan, bukan hanya bahwa segala yang ada merupakan suatu kesatuan, melainkan pada akhirnya segala-galanya adalah satu dan segenap kemajemukan atau berupa khayalan kosong atau perkembangan atau emanasi dari zat yang satu itu. (hal 194)
·         Bentuk religius monisme adalah panteisme (hal 195)
·         Menurut panteisme dunia tidak dapat dipikirkan tanpa yang ilahi, namun yang ilahi pun tidak dapat dipikirkan tanpa dunia. (hal 195)
·         Makin tinggi derajat suatu mahluk, makin unik dan tak tergantikan identitasnya, jadi makin tinggi kesatuannya, maka makin jelas juga perbedaannya dari segenap mahluk lain. (hal 200)
·         Filsafat Yunani berpendapat bahwa Tuhan membentuk alam raya, biasanya tidak langsung, melainkan melalui seorang demiourgos, mahluk tertinggi di bawah Tuhan yang diserahi mewujudkan dunia. (hal 202)
·         Alam raya adalah suatu keseluruhan yang terdiri atas proses hampir tak terhingga banyaknya yang terus-menerus terjadi dan berubah. (hal 205)
·         Allah memberikan kepada mahluk perbuatannya sendiri sehingga perbuatannya memang perbuatan mahluk itu, tetapi seluruhnya sebagai pemberian Allah. (hal 207)
·         Sejarah adalah lingkaran di mana segala apa akan terulang kembali, bahwa sejarah adalah kembalinya segala-segala secara kekal. (hal 210)
·         Orang terikat cinta yang benar adalah paling mampu untuk mengembangkan diri, untuk menyumbangkan sesuatu bagi orang lain, dan dalam itu ia tetap bahagia. (hal 211)
·         Kejahatan terletak dalam kehendak seseorang yang tidak mau bersikap baik. Kejahatan ini selalu jahat dan yang jahat mutlak tidak boleh ada. (hal 218)
·         Penderitaan adalah Hukuman Allah atas dosa-dosa orang yang bersangkutan (hal 223)
·         Keburukan adalah kebaikan yang tidak tercapai, padahal seharusnya tercapai (hal 226)
·         Allah terlalu tinggi tetapi bukan hanya bagi nalar manusia, melainkan terhadap segenap wicara tentang Allah (hal 234)

·         Agama ternyata tidak perlu memusuhi nalar. Hanya kalau Allah menjadi pertanyaan, Allah juga dapat menjadi jawaban. (hal 235)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar