Kamis, 03 Desember 2015

Pewahyuan (Doktrin Alkitab)

Pendahuluan
            Alkitab berbicara tentang mengenal Allah dengan berbagai cara. Seseorang dapat mengenal Allah secara kognitif, atau seseorang mungkin mengetahui banyak sekali tentang Allah secara faktual. Namun bagaimana bisa seseorang yang terbatas dapat mengenal Allah yang sempurna dan tak terbatas, apabila tidak ada pengetahuan yang dapat mendukungnya. Oleh karena itu untuk mengenal Allah yang sempurna, harus didasari dengan pengetahuan dan iman yang dapat mendukungnya.[1]
            Walaupun Allah memiliki kepribadian yang tak terbatas, Allah ingin menyatakan diri-Nya kepada setiap umat manusia sehingga manusia dapat mengenal Allah lebih baik. Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui Pewahyuan, didalam pewahyuan terbagi menjadi dua bagian, yaitu : wahyu Umum dan wahyu Khusus. Tetapi saat ini, khalayak banyak tidak dapat membedakan wahyu umum dan wahyu khusus. Hal itu mungkin karena pemahaman doktrin atau pengajaran yang dapatkan yang sangat lemah atau kurang.
            Tujuan dari penulisan ini di latarbelakangi bahwa wahyu umum dan wahyu khusus sangat penting bagi kehidupan orang percaya, karena dari sinilah pembaca dapat mulai mengenal Allah secara lebih baik, sehingga mereka tidak salah dalam mengenal pribadi Allah yang tak terbatas itu. Setelah mengetahui wahyu umum dan wahyu khusus, dampaknya dalam kehidupan kekristenan adalah segala keraguan mereka terhadap Allah yang sangat tak terbatas itu akan terjawab dan mereka semakin beriman kepada Allah saja.
            Dalam pembahasan ini, penulis akan menjelaskan mengenai definisi pewahyuan dan jenis-jenis pewahyuan. Hal ini dibahas agar pembaca dapat mengenal dan membedakan wahyu umum dan wahyu khusus walaupun manusia merupakan pribadi yang terbatas.

DEFINISI PEWAHYUAN
            Pewahyuan adalah inisiatif Allah untuk menyatakan diri-Nya dari kehendak kekal-Nya yang sempurna dan tidak berubah yang berada dalam opera ad intra Allah[2] dan suatu tindakan supranatural dari Allah yang mengkomunikasikan diri-Nya, yaitu suatu tindakan yang bertujuan jelas, ditinjau dari pihak Allah yang hidup. Karena manusia hanya dapat mengenal Allah sejauh Allah sendiri secara aktif memperkenankan diri-Nya dikenal. Ul. 29:29
            Dalam Buku Systematic theology: Doctrine of God, Louis Berkhoff  juga mengutip perkataan Barth yang juga menekankan bahwa manusia dapat mengenal Allah hanya jika Allah datang kepada manusia dalam wahyu-Nya. Allah sebagai sumber teologi dan alkitab sebagai objek kajiannya, mengantarkan diri-Nya dalam satu pemahaman holistik (menyeluruh atau satu keutuhan) tentang dirinya dalam rangkaian ilahi janji penebusan dan kesalamatan dalam Yesus Kristus. Dan tanpa wahyu manusia tidak akan dapat memperoleh pengetahuan tentang Allah.[3]
Ia juga menyatakan bahwa tidak ada jalan bagi manusia untuk datang kepada Allah, dan berulang kali, Barth mengatakan bahwa Allah adalah selalu menjadi subyek, dan tak pernah menjadi obyek. Oleh karena itu, hanya melalui skriptur, kita dapat mengenal Allah jauh lebih komprehensif dibandingkan dengan memikirannya dengan cara teologi warung kopi.
Penyataan Tentang Allah
Penyataan diri Allah adalah sebuah kenyataan yang bisa dikatakan bersifat Empiris (pengalaman Subyektif) ataupun sebuah kejadian faktual. Penyataan Allah dalam pribadi dan sifat-sifat-Nya yang sempurna, menunjukan bahwa Allah ingin menyingkapkan diri-Nya tidak sebatas pengalaman empris namun merupakan kajian objektif dan bukan sekedar mistik, abstrak yang meraba-raba.
Relasi i-thou (spiritual) dengan Tuhan merupakan relasi yang penting, namun oleh karena adanya penyingkapan wahyu dalam skriptura, maka i-think (Rasional) pun menjadi satu hal yang penting. Dalam institusio calvin, credo ut intelegam merupakan satu pemikiran yang komprehensif mengenai Allah dan segala skriptura-Nya. Hal ini menunjukan Allah mengkehendaki ada sebuah relasi yang lebih intim dengan manusia tidak hanya sebatas hati namun relasi yang utuh.
Diri Allah itu sendiri dalam kasihnya itu dinyatakan sebagai tema penyataan Allah. Allah menyatakan diri-Nya melalui komunikasi dua arah (antarpersonal) didalam komunikasi dapat terjadi dua bentuk, yaitu secara tertulis dan secara lisan yang akhirnya disatukan juga dalam prinsip inskripturasi firman didalam Alkitab.[4]
Semua pengetahuan tentang Allah seluruhnya tidak dapat tertampung di dalam Alkitab, karena Allah lebih besar daripada Alkitab. Dalam proses inskripturasi firman Allah kita harus tetap menyadari bahwa ada banyak misteri ilahi yang tidak dapat dimengerti sepenuhnya oleh manusia (Yeremia 29:29), tetapi Alkitab cukup untuk memadai mengetahui diri Allah sendiri dalam kaitannya dengan keselamatan didalam Kritus Yesus dengan pengakuan bahwa “Alkitab adalah Firman Allah”[5]
Didalam pernyataan yang historis, Allah sendiri yang masuk ke dalam ruang dan waktu yang disebut “sejarah” manusia. Keberadaan Allah yang kekal, yang dimengerti “diluar waktu” atau bahkan “tanpa waktu” telah masuk ke dalam peristiwa manusia melalui inskripturasi firman melalui sarana inspirasi Alkitab. Beberapa orang meragukan konsep inskripturasi ini sebagai sesuatu yang tidak mungkin di dalam keterbatasan situasi manusia, khususnya bahasa manusia.[6]

Jenis- Jenis Pewahyuan
Wahyu Umum
            Wahyu umum adalah suatu jenis pernyataan Allah melalui fenomena-fenomena umum, seperti alam ciptaan dan hukum-hukum alamiahnya (Mazmur 19), semua hati nurani manusia yang ada dalam diri manusia tanpa kecuali (Roma 1:18-23), melalui keberadaan agama manusia. Menurut Calvin, “tidak pernah ada kota, dimana manusia dapat hidup tanpa agama; hal itu merupakan pengakuan terpendam bahwa kesadaran akan adanya suatu Allah dalam hati manusia.[7]
            Didalam wahyu umum, Allah yang aktif  memperkenalkan diri kepada manusia, sedangkan dalam teologi natural/ alamiah manusialah yang aktif untuk mengenal Allah. Namun demikian wahyu umum tidak dapat mendatangkan keselamatan. Intinya wahyu umum dimaksudkan bukan untuk keselamatan, tetapi mempunyai arti lebih sebagai dasar bagi pengetahuan manusia. Konsep wahyu umum adalah suatu realitas yang tidak dapat dihindari tetapi harus dihadapi, karena bersifat universal dan juga rasional. Wahyu umum diterima dan dialami tanpa persyaratan apapun, termasuk orang yang tidak percaya.[8]
            Dalam buku Verbum Dei, W. Gary Crampton wahyu umum disebut  begitu karena penerimaannya dan pokok permasalahannya. Wahyu umum merupakan pembawaan lahir dalam Sensus Deitatis, atau dalam pengertian akan eksistensi dan karakter Allah yang dimiliki semua manusia oleh natur mereka. Wahyu umum menyampaikan apa yang disampaikan Allah kepada manusia melalui alam.[9]
            Sangat jelas bagi penulis masa ini bahwa wahyu Allah melalui alam “sampai kepada” umat manusia. Ide bahwa wahyu umum sampai pada manusia melalui alam ditentang oleh Karl Barth dan yang lainnya. Namun Calvin berbicara tentang banyak bukti dalam alam mengenai aksistensi Allah sesungguhnya, setiap kenyataan dari tatanan yang diciptakan membuktikan kebenaran dari Allah Tritunggal dalam Alkitab. James boice dengan tepat mengatakan bahwa “terdapat cukup bukti tentang Allah dalam sekuntum bunga untuk memimpin seorang anak maupun seorang ilmuwan untuk menyembah Dia.”[10]
            Pernyataan umum ini berlaku kepada semua umat manusia, tanpa terkecuali. Dalam diri setiap manusia yang diciptakan menurut gambar Alah memiliki “logos spermatikos”, yang menjadikan manusia secara umum mengenali Allah dan tidak dapat lari dari penciptanya. Logos spermatikos (benih pengertian akan Allah) beroperasi dalam setiap hati nurani manusia.[11]
            Dalam Roma 2:14,15, rasul Paulus mengajarkan doktrin tentang wahyu umum yang dibawa sejak lahir. Terdapat pengetahuan yang dibawa sejak lahir tentang Allah dalam setiap manusia. Semua manusia dicipta menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:26,27) dan memiliki karya Hukum Taurat yang tertulis dalam hati mereka. Inilah berita yang disampaikan Paulus dalam Roma 1 (ay. 18-21) (lihat pula Mzm 19:1-6). Tidak ada seorangpun yang dapat mengklaim bahwa ia tidak mengenal Allah.[12]
            Doktrin mengenai wahyu umum menyebabkan adanya “agama” bahkan diantara bangsa-bangsa kafir. Doktrin ini menjelaskan mengapa orang-orang tidak percaya menganggap diri mereka sebagai keturunan Tuhan (Kis 17:28). Doktrin memberi keterangan tentang anugerah umum yang berupa iluminasi pada semua orang (Yoh 1:9). Menurut Paulus semua manusia termasuk kategori mengenal Allah secara kognitif, sehingga mereka tanpa alasan dihadapan pencipta mereka (Rom. 1:20,21).[13]
            Sebagaimana wahyu umum cukup untuk menyatakan Allah kepada umat manusia, begitu pula wahyu umum juga tidak cukup dalam beberapa hal. Pertama, wahyu umum tidak pernah bermakna tanpa wahyu khusus, atau sebaliknya. Wahyu umum tidak lengkap tanpa wahyu khusus. Tetapi demikian pula sebaliknya: tanpa wahyu umum berupa pohon pengetahuan baik dan jahat, perintah untuk tidak makan darinya akan jadi tidak berarti. Terdapat suatu keharmonisan yang sempurna antara kedua bentuk wahyu Allah. Keduanya berjalan bersama-sama, dan saling bergantung satu sama lain.[14]
            Kedua, wahyu umum tidak cukup dalam pengertian bahwa wahyu umum tidak mampu untuk menyatakan Allah sebagai Penyelamat/Penebus. Dalam dirinya sendiri, alam tidak dapat membawa manusia kepada pengetahuan yang menyelamatkan tentang Yesus Kristus. Oleh karena itu, Manusia memerlukan injil agar diselamatkan.[15]
            Sebaik apapun manusia dalam mengenal Allah lewat wahyu umum, tetapi tidak dapat mengenal Allah secara pribadi, karena Allah tidak menyatakan diri-Nya secara pribadi, karena Allah hanya berinisiatid menyatakan diri-Nya melalui Kristus, yang diberitakan dalam Alkitab. Secara demikian, logislah kalau tidak ada keselamatam di dalam wahyu umum, karena keselamatan hanya disediakan didalam Kristus secara khusus dengan maksud khusus bagi orang pilihan-Nya.[16]
Wahyu Khusus
            Wahyu khusus adalah pernyataan Allah secara khusus, dengan maksud khusus dan lingkup yang khusus, yaitu penyelamatan umat manusia melalui pengenalan pada Kristus yang diberitakan dalam Alkitab. [17] Ke-istimewaan wahyu khusus adalah dalam tujuan-Nya untuk mengajar umat-Nya dan isinya adalah keselamatan kekal dari Allah, agar umat pilihan-Nya dapat lepas dari hukuman dosa kekal.
            Kontent dalam wahyu khusus berupa skriptura dan Yesus sebagai inkarnasi atas segala nubuatan Allah melalui nabinya, membawa para pembaca pertama hingga masa kini bahkan penulisnya pun mengerti dengan komprehensif (menyeluruh) atas apa yang dikerjakan Yesus di atas kayu salib. Sebuah kisah perjalanan umat manusia dan keselamatannya di jelaskan secara sistematis dalam Alkitab.[18]
            Sepanjang sejarah pewahyuan dan penebusan yang bersifat progresif, Allah berbicara kepada umat-Nya melalui bermacam-macam cara (Ibr 1:1-3), yang mana pewahyuan itu kemudian dituliskan untuk kita. Wahyu khusus ini sekarang ditemukan hanya dalam Alkitab saja. Wahyu khusus ini merupakan suatu bentuk komunikasi verbal. Dengan kata lain, Allah berbicara kepada kita dalam bahasa manusia (Yunani: anthropos), karena kita adalah manusia dan bahasa manusia yang dapat kita pahami.[19]
            Keraguan bahwa bahasa manusia tidak dapat menampung hikmat dan pengetahuan Allah yang maha luas, secara sepintas hampir-hampir dapat diterima secara logis, khususnya dalam tulisan-tulisan non Alkitab. Tetapi, karena inskripturasi Firman melibatkan kuasa Allah dalam operasi yang berkarakter extraordinary atau diluar kebiasaan umum” artinya dalam proses akomodasi ilahi tersebut, Allah sendiri rela merendahkan diri-Nya melalui bahasa manusia agar Ia dapat dikenali di dalam keterbatasan manusia tanpa mengurangi sedikitpun pada natur kemuliaan-Nya[20]
            Wahyu khusus bertambah pada poin dimana terdapat kebutuhan akan suatu buku dari Allah (Kata Alkitab/Bible berasal dari bahasa Yunani: Biblion, yang berarti “buku”). Ini merupakan suatu anugerah pada pihak Allah. Manusia sekarang mempunyai Alkitab yang dapat manusia untuk mengetahui dengan pasti apa yang merupakan kehendak penciptanya. Memperlihatkan dosa, merupak suatu cara mulia untuk memelihara dan menyebarkan kebenaran.[21]
Wahyu Yang Bersifat Progresif
            Wahyu Allah bersifat progresif, misalnya penebusan bagian ajaran teologi ini ditunjukkan sebagai “teologi Biblika,” dan didefinisikan sebagai suatu studi tentang sejarah wahyu khusus, dalam pengertian Allah menyatakan dirinya secara bertahap dalam jangka waktu yang panjang dan tidak sekaligus. Wahyu Allah yang bergerak maju terus dimengerti secara baik sebagai firman Allah dalam Alkitab yang menjadi lebih melengkap atau lebih menyata, bukan dalam arti menambah firman Allah. Sebab firman Allah adalah tunggal.[22]
            Konsep wahyu progresif dalam Alkitab harus diakui karena penulisan penyataan Allah melalui Alkitab dilakukan melalui proses sejarah dan perkembangan manusia, sehingga membuat maksud Allah semakin nyata didalam memberitakan penyelamatannya yang berpusatkan pada Kristus yang mulia. Dalam wahyu Progresif tidak mungkin saling kontradiksi ajaran keselamatan Allah dalam Kristus, karena seluruh wahyu progresif dikomunikasikan secara inspirasi yang setara kualitasnya dari kejadian sampai wahyu.[23]
             Tetapi wahyu Progresif adalah penyataan Allah dalam Alkitab yang diturunkan sesuai pergumulan, konteks hidup dan kehendak Allah dalam konteks kehidupan umat-Nya yang semakin kompleks.
Wahyu dan Kritik
            Walaupun wahyu merupakan cara Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia, namun dibalik itu banyak sekali kritik mengenai wahyu Allah. Kritik wahyu Allah tidak baru, dalam perjalanan sejarah kita melihat bagaimana wahyu Allah selalu diiringi oleh kritik yang mengerogotinya. Ketika Tuhan melalui Musa membebaskan sebuah bangsa dan memberi hukum-hukum untuk kehidupan, kewibawaan hukum itu dirongrong oleh gerutuan (Bil. 12:12).[24]
            Dalam buku Siapakah Yang membuat Alkitab, Jakob Van Bruggen Allah memberikan wahyu-Nya didunia yang penuh dengan mesiu peperangan. Dan gas beracun dapat memabukkan kita sehingga kita tidak mendengar dengan sungguh-sungguh atau tidak mau mendengar apa yang Allah katakan. Sejak saat Allah memberikan wahyu-Nya, terdapat gerakan menentang yang hebat untuk menutupi wahyu itu dengan cara apa pun.[25]
Kesimpulan
            Dari pembahasan paper ini dapat diketahui bahwa wahyu umum dan wahyu khusus memiliki perbedaan yang sangat berbeda namun saling berkaitan. Tanpa wahyu umum, wahyu khusus tidak dapat dimengerti oleh khalayak banyak begitu juga sebaliknya tanpa wahyu khusus, wahyu umum tidak memiliki makna yang bisa mengantar seseorang untuk dapat mengenal penciptanya secara jelas dan mendalam. Kedua wahyu ini saling menyempurnakan didalam perbedaannya.
            Secara singkat pembahasan dalam paper ini mengenai pewahyuan dapat memberikan suatu pengertian kepada pembaca tentang perbedaan antara wahyu umum dan wahyu khusus. Wahyu umum adalah Allah mengenalkan diri-Nya melalui Agama, rasio, alam dan semua yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yang dapat kita lihat dan wahyu khusus adalah cara pengenalan yang dilakukan Allah secara khusus kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya. Ini adalah suatu perbedaan yang dapat kita lihat dan dapat kita mengerti secara mudah.
            Jadi, pada akhirnya semua yang diwahyukan adalah berasal dari Allah walaupun memiliki cara-cara yang berbeda. Itulah inisiatif Allah untuk memperkenalkan diri-Nya kepada semua orang didunia, namun semua orang harus mengetahui dengan jelas pewahyuan tersebut agar tidak salah dalam pengenalan akan Allah. Dalam pembahasan ini kita sudah dapat membedakan jenis-jenis pewahyuan oleh karena itu, sebagai pembaca sudah mampu menjelaskan kepada khalayak yang belum mengerti pewahyuan.






























Daftar Pustaka

Crampton, W.Gary. Verbum Dei. Translated by R.BG. Steve Hendra. Surabaya: Momentum, 2011.
Siburian, Togardo. Diktat Kuliah: TOTA SCRIPTURA. Bandung : STTB, 2015.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika. Translated by Yudha Thianto. Surabaya: Momentum, 2006.
Enns, Paul. The Moody Handbook Of Theology. Malang: Literatur SAAT, 2004.
Indra, Ichwei G. Teologi Sistematis. Bandung: Literatur Baptis, 2010.
Gommery, Mont. Dasar-Dasar Iman Kristen. Michingan : Grand Rapids.
Bruggen, Jakob Van. Siapakah Yang Membuat Alkitab. Surabaya: Momentum, 2013.



[1] W. Gary Crampton, Verbum Dei terj. R.BG. Steve Hendra (Surabaya: Momentum, 2011), 26.
[2] Togardo Siburian, Diktat Kuliah: TOTA SCRIPTURA, Materi: Pewahyuan Alkitab (Bandung : STTB, 2015), 1.
[3] Louis Berkhof, Teologi Sistematika terj. Yudha Thianto (Surabaya: Momentum, 2006), 38.
[4] Togardo Siburian, Diktat Kuliah: TOTA SCRIPTURA, Materi: Pewahyuan Alkitab (Bandung : STTB, 2015), 2.
[5] Siburian, 3.
[6] Ibid., 3.
[7] Siburian, 4.
[8] Togardo Siburian, Diktat Kuliah: TOTA SCRIPTURA, Materi: Pengwahyuan Alkitab (Bandung : STTB, 2015), 5.
[9] Crampton, 32.
[10] Ibid.,   34.
[11] Togardo Siburian, Diktat Kuliah: TOTA SCRIPTURA, Materi: Pewahyuan Alkitab (Bandung : STTB, 2015), 5.
[12] W. Gary Crampton, Verbum Dei terj. R.BG. Steve Hendra. (Surabaya : Momentum) 33-34.
[13] Ibid, 35.
[14] Ibid, 36.
[15] Ibid, 37.
[16] Siburian, 5.
[17] Togardo Siburian, Diktat Kuliah: TOTA SCRIPTURA, Materi: Pewahyuan Alkitab (Bandung : STTB, 2015), 6.
[18] Mont Gommery, Dasar-Dasar Iman Kristen. (Michingan : Grand Rapids) 487.
[19] W. Gary Crampton, Verbum Dei terj. R.BG. Steve Hendra. (Surabaya : Momentum) 38-39
[20] Siburian, 3.
[21] Ibid., 41-42.
[22] Siburian, 8.
[23] Siburian, 9.
[24] Jakob Van Bruggen, Siapakah Yang membuat Alkitab terj. J. P. D. Groen. (Surabaya : Momentum) 87.
[25] Ibid., 88.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar